Pages

Senin, 23 Agustus 2021

Surat-suratan

Di sela-sela baca dan nulis, nonton film menjadi hiburan disertai rebahan di sofa, syukur-syukur sambil ngemil biar badan tambah subur. Mantengi sebuah film Korea enteng yang mengisahkan romansa alusan orang muda berjudul “Setelah Hujan Berlalu” (Waiting for Rain). Yang bisa ditonton secara legal di lapak ijo dan kuning dengan membayar sejumlah uang untuk berlangganan. 



Meski berjudul hujan, namun bukan hujan yang jadi tokoh utama, melainkan surat bertulis tangan. Protagonis pria seorang mahasiswa kuliahan yang tidak berbakat akademis, anak seorang pembuat kerajinan tas kulit yang memiliki bengkel sederhana di Seoul. Sedang wanitanya merupakan keluarga penjual buku lawasan yang tokonya berlokasi di Busan. 



Kedua tempat baik toko buku maupun lokakarya tas kulit 
tercitrakan dengan cantik dan indah. 
Detail-detail peralatan digambarkan secara teliti.

Meski teman SD di tahun 90-an, si pria baru memberanikan diri untuk kembali menyapa sang wanita lewat kiriman surat di tahun 2003. Pada tahun tersebut, gawai sudah banyak digunakan, namun  surat tetap menjadi putusan. Surat bertulis tangan dimasukkan ke dalam amplop bertempel perangko yang dikirim lewat kotak pos di pinggir jalan. Rasa canggung menyelimuti surat pertama, galau untuk memulai kata pertama dan cemas jika tidak tersampaikan. Nyatanya, pucuk dicinta ulam tiba, sebuah surat balasan datang dari Busan, menanti di kotak surat Seoul. Surat balasan wanita ditulis dengan cara nyleneh di amplopnya tertulis pesan “Aku memanterai surat ini yang membuatmu harus melihat ke langit”. Raut bahagia terpancar dari rona pria saat menatap surat di langit, di lembaran kertas terbaca kalimat-kalimat. 


Perasaan senang bukan kepalang, membaca balasan dari wanita yang pernah ditaksirnya di masa lalu. Meski tidak pernah berucap cinta, surat menyurat berlanjut. Wanita kadang memakai kutipan dari buku lawasan yang dijualnya. Sedang pria membalas dengan kerajinan kulit yang dibuatnya sendiri. Saling berbalas-balasan, begitu seterusnya, hingga akhir film, kedua protagonis tidak pernah bertatap muka. Surat menjadi pengganti kehadiran dan pembangun relasi.

Selama beratus-ratus tahun, surat berperanan penting dalam perjalanan sejarah semua bangsa di dunia. Selalu diharapkan kedatangannya meski membutuhkan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Sarana komunikasi yang utama di berbagai bidang, mulai kenegaraan, perdagangan, penelitian, peperangan hingga percintaan. 

Albert Einstein sang ilmuwan dengan teori relativitasnya, tak bisa mengelak dari surat percintaan. Berdua dengan Mileva Marić, mereka saling berkirim berbalas surat dan puisi. Isi surat bicara ngalor ngidul, saling ngerayu, menuliskan hal-hal gombal dan serius. Sebuah surat dikirim oleh Einstein dari Bern ke Zurich pada hari Selasa 4 Februari 1902, dibuka dengan kalimat kerinduan “Sayangku, sayangku, apakah kamu tidak menderita jika tidak menulis surat buatku lagi? Sedangkan aku merasa tak punya apa-apa tanpa surat yang kamu kirimkan untukku.” (Surat-Surat Einstein, Nor Kholis Reefani, Penerbit Kyta, 2014, ipusnas). Menantikan datangnya surat balasan merupakan suatu penderitaan bila tak kunjung tersampaikan. Surat menjadi jawaban atas sebuah penantian, meski jawaban bisa menyenangkan, menyedihkan atau justru mendatangkan perselisihan.

Rasa berdebar-debar menanti surat sudah tak ada lagi. Tahun 1980-an kertas surat tersedia dalam berbagai warna dan gambar dijual dalam jumlah 10 lembaran dalam sebuah plastik. Anak-anak masa itu suka membeli kertas yang bergambar-gambar lucu dan beraroma wangi. Menjalin sahabat pena di berbagai kota atau pun negara dengan kertas surat lucu dan wangi dimasukkan dalam amplop bergambar dan ditempeli perangko. 

Lebaran dan hari Natal juga menjadi ajang bertukar-tukaran kartu ucapan yang dikirim lewat pos kepada teman sekelas ataupun saudara beda kota. Pada amplop seringkali ditulis "Terimakasih Pak Pos". Surat, kartu ucapan dan perangko menjadi koleksi pribadi penerima surat. Dikumpulkan dalam wadah khusus sebagai penyimpan cerita, kenangan dan penantian yang mengisi tiap-tiap surat. Sebuah perasaan yang makin hari makin pudar serta terlupakan karena tergantikan oleh ‘surat’ yang lain. 'Surat' yang tidak beraroma dan tidak memerlukan amplop, perangko serta Pak Pos untuk mengantar. 'Surat' yang langsung sampai ke tujuan dalam hitungan detik.

Indri
23.08.2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...