Sudah beberapa kali mencoba, akhirnya mau catet resep yang ini saja.
Jumat, 13 September 2024
Rabu, 19 Juni 2024
Tengkleng Kambing
Setiap tahun saat Idul Adha, keluarga kami selalu mendapat berkat dari tetangga mushola. Kami ikut menikmati pembagian daging kurban yang berupa kebo, sapi atau pun kambing. Tahun ini berkat yang kami dapat lebih dari biasanya, termasuk berlebih untuk sekeluarga yang hanya beranggota tiga orang.
Selasa, 19 Oktober 2021
Sajak "Di Kebon Binatang"
Seorang wanita muda berdiri terpikat memandang ular yang melilit sebatang pohon sambil menjulur-julurkan lidahnya; katanya kepada suaminya, “Alangkah indahnya kulit ular itu untuk tas dan sepatu!”
Lelaki muda itu seperti teringat sesuatu, cepat-cepat menarik lengan istrinya meninggalkan tempat terkutuk itu.
-Sapardi Djoko Damono “Di Kebon Binatang” ( Mata Pisau,1993, hlm 51)-
Lelaki muda itu seperti teringat sesuatu, cepat-cepat menarik lengan istrinya meninggalkan tempat terkutuk itu.
-Sapardi Djoko Damono “Di Kebon Binatang” ( Mata Pisau,1993, hlm 51)-
Senin, 04 Oktober 2021
Piring di Perjamuan
Kita mengenal sebuah karya seniman terkenal berkebangsaan Italia, Leonardo da Vinci, lukisan berjudul “The Last Supper/Perjamuan Terakhir” yang terselesaikan di akhir abad XIV. Di beberapa rumah orang nasrani Indonesia dipastikan lukisan serupa (tentunya bukan yang asli), terpaku di tembok ruang utama sebagai pengingat makna. Pada lukisan tergambar Yesus beserta kedua belas murid, duduk bersama di sebuah meja panjang. Pada meja terdapat cawan-cawan anggur dan beberapa hidangan yang tentunya diletakan di atas piring-piring. Piring-piring hadir dalam perjamuan. Leonardo melukiskan piring terlihat dari material logam dan keramik. Lukisan merupakan imajinasi dari pelukis, dapat berbeda dengan kejadian sebenarnya. Yesus dan para murid belum tentu duduk di kursi, melainkan lesehan dengan meja pendek. Dan bisa saja piring bukan terbuat dari logam atau keramik melainkan batu atau tanah.
Senin, 13 September 2021
Rumah dan Penghuninya
Jepang, paska Perang Dunia II, musim panas tahun 1958, terlihat pada film animasi “Tonari no Totoro”(1988) besutan Studio Ghibli. Keluarga profesor arkeologi universitas, Tatsuo Kasukabe harus pindah ke pinggiran Jepang, mencari rumah yang berdekatan dengan rumah sakit yang merawat istrinya. Pindah ke rumah baru bersama kedua putrinya, Satsuki berusia 10 tahun dan Mei 4 tahun. Jalan menuju rumah terdapat sungai yang ber-ikan dan ber-kecebong. Di seberang rumah, sawah-sawah membentang. Mereka membeli rumah tak berpagar menyatu dengan hutan berpohon kamfer dan lahan hijau luas mengelilingi. Bangunan rumah sudah reyot, terbuat dari kayu yang sebagian sudah lapuk.
Senin, 23 Agustus 2021
Surat-suratan
Di sela-sela baca dan nulis, nonton film menjadi hiburan disertai rebahan di sofa, syukur-syukur sambil ngemil biar badan tambah subur. Mantengi sebuah film Korea enteng yang mengisahkan romansa alusan orang muda berjudul “Setelah Hujan Berlalu” (Waiting for Rain). Yang bisa ditonton secara legal di lapak ijo dan kuning dengan membayar sejumlah uang untuk berlangganan.
Kamis, 12 Agustus 2021
Mata yang Melihat
“Mata bukan hanya berfungsi melihat,mata melihat dalam arti mencari makna dalam duniakarena tanpa makna hidup manusia tiada artinya. “
(Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata, 2016:129)
Memotret merupakan salah satu kegiatan yang berhubungan erat dengan mata. Kegiatan potret-memotret hal yang lumrah dilakukan di masa kini. Memotret di tahun 1900-an hanya bisa dilakukan oleh kalangan terbatas karena biaya yang tinggi. Memotret yang dulu hanya dilakukan oleh fotografer dengan kamera berukuran besar, kini bisa dilakukan oleh semua orang. Kamera potret tersedia di semua gawai. Produsen gawai berlomba-lomba meningkatkan kualitas potret yang dihasilkan. Tidak puas dengan satu lensa, diberilah dua , tiga, hingga lima lensa dalam satu buah gawai. Masing-masing lensa mempunyai tugas masing-masing. Terdiri dari lensa lebar biasa untuk foto lansekap/pemandangan, lensa potrait dengan bokeh, lensa makro untuk obyek-obyek kecil, lensa tele yang bisa memotret jarak jauh, dan lensa swa-foto yang terletak di atas layar gawai. Dibekali beragam lensa menjadikan pengguna awam bak fotografer profesional. Hingga lahirlah paradigma, bahwa kamera canggih dan terbaru akan menghasilkan foto yang terbaik. Manusia diperbudak teknologi dan kamera sebagai alat, makna keberadaan mata dan potret sesungguhnya jadi terlupakan.
Dalam buku “Time Traveller” (2013), Darwis Triadi menuliskan “Profesi fotografer itu mungkin tak ada bedanya dengan seniman lukis. Seorang seniman lukis, menangkap sebuah image untuk kemudian dituangkan melalui media cat dan kuas di atas kanvas. Tentu saja ada ikatan batin yang kuat antara objek dan seniman yang bersangkutan agar lukisan yang tercipta memiliki jiwa.” Potret dan lukisan sama-sama merupakan karya seni yang mewakili mata, jiwa hingga kehidupan spiritual senimannya.
Langganan:
Postingan (Atom)